Belajar Dan Berbagi Informasi Dunia Pelayaran

Penjelasan Secara Rinci Tentang Hukum Maritim

Penjelasan Secara Rinci Tentang Hukum Maritim

PENGERTIAN HUKUM MARITIM
( memahami Hukum Maritim Indonesia, oleh SYAHRIAL  BOSSE, Edisi Pertama, Agustus 2003 )

Dari bahasa Inggris kata “maritime” telah kita adopsi ke dalam bahasa Indonesia “maritim” yang mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan kelautan, pelayaran dan kenavigasian.
Tahun 1966 kita telah mempunyai Departemen Maritim dimana didalamnya terdapat fungsi perhubungan laut, fungsi industri maritim dan fungsi pengelolaan sumber daya kelautan, yang mengatur dan mengurus perhubungan laut, industri perkapalan dan industri perikanan serta beberapa kegiatan yang terkait dengan kelautan. Negara kita sering disebut negara maritim, karena secara geografis Indonesia mempunyai wilayah perairan lebih luas dari wilayah daratan dan terletak pada posisi yang menghadap dua samudra yaitu samudra Hindia dan samudra Pasifik. 

Pernyataan tersebut sebenarnya kurang tepat, karena di dunia internasional pada umumnya yang disebut negara maritim ( Maritime Countries ) adalah negara –negara yang sudah maju di bidang pelayaran, berarti memiliki sebagian besar armada angkutan laut didunia dan menguasai perdagangan melalui laut, sehingga unsur pendapatan neraca perdagangan berasal dari jasa transportasi laut dan sumber daya kelautan. Jadi pengertian negara maritim lebih condong pada aspek ekonomi dan bukan pada aspek kewilayahan. Sebagai contoh yang merupakan negara maritim adalah Eropa Barat, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang yang menguasai dunia pelayaran melalui laut serta menguasai teknologi pengelolaan sumber daya kelautan.

Hukum maritim (Maritime Law ) adalah hukum yang mengatur tentang pelayaran dalam arti transportasi laut dan kegiatan yang terkait dengan pelayaran atau kenavigasian, baik yang termasuk hukum perdata maupun hukum publik. Sesuai dengan kamus hukum “Black’s Law Dictionary”, bahwa maritime law itu adalah the body of law governing marine commerce and navigation, the transportation of persons ad property and marine affairs in general; the rules governing contract, tort and workers’ compensation claims arising out of commerce on or over water. Also termed admiralty law ( Black’s Law Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner, Editor In Chief halaman 982). Bahwa dalam pengertian ini tidak termasuk hukum laut dalam arti tthe Law of the Sea. 

Hukum Laut dalam arti the Law of the Sea sebagaimana tercantum dalam The United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982 , bahwa laut beserta potensi yang terkandung didalamnya sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of mankind) dimana laut sebagai obyek yang ditaur oleh negara-nagara termasuk negara tidak berpantai (landlock countries).

Hukum Laut dalam arti luas adalah hukum yang mengatur mengenai dunia pelayaran dan ketentuan ketentuan yang mengatur laut dalam berbagai aspek dan fungsi baik ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Buku II KUHD maupun ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan beberapa konvensi Hukum Laut International. Seperti yang tercantum didalam UNCLOS yang ditanda tangani di Montego Bay tahun 1982.

Hukum Laut Dalam arti sempit yaitu yang terbatas pada ketentuan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUHD dengan judul Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran , dengan penekanan dalam hukum yang mengatur mengenai pengangkutan barang dan orang melalui laut. Jadi hukum laut ini adalah hukum laut yang termasuk bidang hukum dagang sebagai lex spesialist yang merupakan bagian dari hukum perdata sebagai lex generalist.

Hukum Laut  adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek yang diatur dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara termasuk negara yang tidak berbatasan dengan laut secara fisik (Landlock Countries) guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung didalamnya bagi umat manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, beserta konvensi-konvensi Internatioanal yang terkait langsung dengan nya.

Hukum maritim adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana / moda transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum perdata / dagang maupun yang diatur dalam hukum publik . 

Namun bukan berarti tidak ada kaitan sama sekali antara hukum maritim dengan hukum laut dalam arti the Law of the Sea sebab beberapa pasal dari the Law of the Sea seperti pasal 91, 92 dan pasal 94 berkaitan dengan hukum yang mengenai kebangsaan kapal, pendaftaran kapal dan kewajiban negara bendera untuk mengawasi kapal-kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut, adalah termasuk dalam hukum maritim.

Sistimatika Buku II KUHD

Bab I: tentang kapal dan muatannya .
Memuat dan mengatur mengenai kapal dan definisi apa yang disebut kapal laut ; status kepemilikan kapal ; kebangsaan kapal ; pendaftaran dan kosekwensi kapal yang didaftarkan sebagai barang yang tak bergerak dan hipotik

Bab II: tentang pengusaha perkapalan dan pemilikan bersama atas kapal.
Pengusaha perkapalan ini terjemahan dari kata “reder”, sedangkan pemilikan bersama atas kapal terjemahan dari kata “rederij”, dimana kedua kata tersebut berasal dari bahasa Belanda.

Bab III: tentang Nakhoda , Anak Buah Kapal dan Penumpang.
Memuat hak-hak dan kewajiban kewajiban Nakhoda, Anak buah kapal dan penum[pang sewaktu berada diatas kapal.

Bab IV: tentang perjanjian kerja laut
Mengatur mengenai perjanjian kerja antar pengusaha kapal dengan orang sebagai pihak yang akan mengikatkan diri bekerja di atas kapal, baik Nakhoda, perwira maupun Anak buah Kapal.


Bab V: tentang mencharter dan mencharterkan kapal. 
Sedikit berbeda sedikit anatara charter dan sewa, dengan menyewa dan menyewakan kapal baik penyewanan menurut waktu maupun penyewaan menurut perjalanan

Bab V A: tentang pengangkutan barang-barang.
Mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian pengangkutan barang termasuk tanggung jawab ganti rugi dalam arti liability dan batas-batas tanggung jawab dari pengangkut; Proses penuntutan ganti rugi; dokumen pengangkutan dan ketentuan yang harus tercantum dalam konosemen, dan pencharteran kapal .

Bab V B: tentang pengangkutan orang 
Sama halnya dengan pengangkutan barang , pengangkutan orang juga mengharuskan tanggung jawab pengangkut terhadap orang yang diangkut’

Bab VI: Tentang tubrukan kapal 
Mengatur bila terjadi tubrukan kapal, penyebab tubrukan, tanggung jawab ganti rugi dan prosedure penyitaan kapal sebagai jaminan pelunasan ganti rugi.

Bab VII: tentang  kapal yang karam, kandas dan penemuan barang –barang di laut .
Mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pertolongan terhadap kapal dan barang –barang muatan , hak-hak kapal dan awak kapal yang ikut melakukan pertolongan, biaya pertolongan, pejabat-pejabat berwenang yang ditunjuk untuk mengurus barang-barang yang telah diselamatkan, tugas-tugas pejabat trsebut dan lain sebagainya berkaitan karam dan kandasnya kapal.

Bab VIII: Dihapus

Bab IX: tentang asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya di laut dan bahaya-bahaya perbudakan .
Mengatur mengenai bentuk dan isi perjanjian pertanggungan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung, abandonmen, hak-hak dan kewajiban perantara pertanggungan laut dan hal-hal yang berkaitan dengan pertanggung laut.

Bab X:Pertanggungan terhadap bahaya-bahaya pada pengg\angkutan di darat dan di sungai-sungai dan perairan pedalaman.
Mengatur secara khusus pertanggungan dalam pengangkutan barang di darat dan di sungai ,

Bab XI: tentang kerugian di laut (Avarij )
Mengatur mengenai kerugian dilaut yang dalam bahasa Inggris disebut “General Average”, sebagaimana diatur juga didalam hukum International .

Bab XII: tentang hapusnya perikatan–perikatan dalam perdagangan laut.
 Mengatur mengenai hapusnya hak-hak untuk menuntut sebagai akibat berlalunya waktu / kedaluarsa (verjaard).

Bab XIII:  kapal-kapal dan alat-alat pelayaran yang berlayar di sungai-sungai dan peraiaran pedalaman.
Mengatur sedikit mengenai status hukum kapal kapal yang digunakan dalam  perairan pedalaman.
Dari cakupan dan substansi yang diatur dalam Buku II KUHD ini cukup luas jika dibandingkan dengan pengertian dan perkembangan hukum maritim di dunia International . Sebagian dari substansi yang termuat dalam buku ini mungkin ada yang sudah tidajk sesuai lagi dengan perkembangan hukum maritim dan konsepsi pelayaran modern. Bahwa buku KUHD ini ditetapkan tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi dari Wet Boek van Koophandel Belanda yang ditetapkan tahun 1838. Bagian tertentu dari KUHD terutama Buku I sudah ada yang dirubah dan ditetapkan sebagai undang - undang tersendiri mengenai badan hukum dan kepailitan.

Ruang lingkup Hukum Maritim 
Dalam Guide Line for Maritime Legislation  sebagai hasil dari the Legal Expert Meeting on a Model Maritime Code for the ESCAP Region, bahwa ruang lingkup hukum maritim sedemikian luas termasuk yang bersifat hukum publik : 
Economic Regulation 

  • Hal-hal yang berkaitan langsung dengan kebijakan langsung dengan ekonomi nasional secara menyeluruh, selain kebijakan bidang lainnya sebagai petunjuk (Guide Line).

Nationality of ships and registrasion of ships and Rights on ships

  • Setiap kapal harus mempunyai kebangsaan yang dilambangkan oleh bendera yang digunakan atau symbol lainnya. Ini untuk menjaga kapal tersebut sewaktu berlayar di laut bebas atau memasuki wilayah teritorial negara asing, dan menentukan hukum mana yang berlaku di kapal tersebut.

Safety 

  • Mencakup:  keselamatan jiwa di laut; pengukuran tonase  kapal; kapal-kapal yang tidak laik laut atau tidak laik berlayar; garis muat dan dokumen-dokumen kapal.

Navigation

  • Mencakup : sarana bantu navigasi; pemanduan; pencegahan tubrukan di laut ; komunikasi maritim melalui satelit dan keselamatan navigasi ; serta pencarian dan penyelamatan di laut (SAR).

Manning (Pengawakan)

  • Mencakup : tingkat (level) dan sertifikat kewenangan / kemampuan ; persyaratan dan kondisi penempatan pelaut di kapal ; nakhoda dan persyaratan kebangsaan.

Ship’s Manager, Agents, Stevedores and Freight Forwarders

  • Mengatur mengenai fungsi dan peranan ship’s manager yang dapat merupakan salah satu cara uasaha di bidang maritim. Agen berfungsi mewakili kepentingan pemilik kapal di luar home base. Stevedores berfungsi  melaksanakan bongkar muat dari kapal, sedangkan Freight Forwarders berfungsi diantara pemilik barang dan pemilik kapal untuk mengatur pengiriman / pengapalan barang atau penerimaan barang 

Contracts Concerning ship’s 

  • Mencakup Kontrak pembangunan kapal; kontrak penjualan /pembelian kapal.

Ship’s Mortgages and Maritime Liens

  • Mengatur piutang dengan hak yang didahulukan yang melekat terhadap kapal

Liability and Limitation of Liability in Maritime Law

  • Adalah tanggung jawab pengangkut dan batasan tanggung jawab ganti rugi

Transport and Other Contracts 

  • Mengatur mengenai perjanjian / kontrak pengangkutan barang melalui laut, multi moda antara pengangkut dengan pengiriman barang, termasuk charter party, bill of lading

Marine Insurance 

  • Sebagaimana dalam Buku II KUHD, merupakan pengaturan khusus asuransi terhadap kapal maupun asuransi terhadap barang yang diangkut terhadap bahaya di laut. 

Accidents at Sea 

  • Mengenai kecelakaan di laut termassuk tubrukan 

Pollution

  • Adalah polusi yang berasal dari kapal sebagaimana di atur dalam konvensi yang di kenal dengan MARPOL convention 

Carriage of Dangerous Goods 

  • Mengatur mengenai prosedur pengangkutan dan penyimpanan  barang berbahaya di atas kapal dan menentukan pemasangan label yang diperlukan bagi suatu jenis barang berbahaya .

Maritime Fraud

  • Merupakan kekhususan dari fraud (penipuan) pada umumnya . Dibidang maritim ini banyak pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis maupun operasional, yang dapat melakukan penipuan dan perbuatan melawan hukum lainnya, antara lain: pemalsuan dokumen; pemalsuan tanda tangan terhadap dokumen –dokumen kapal atau dokumen barang; barratry ( perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh nakhoda atau awak kapal terhadap kapal atau barang yang merugikan pemilik kapal dan barang); Menenggelamkan kapal untuk mendapatkan keuntungan yang tidak wajar.

Maritime Investigation 

  • Pada umumnya maritime Investigation ini lebih banyak mengenai pemeriksaan kecelakaan kapal yang terjadi.

Resolution of Disputes

  • Masalah ini berkaitan dengan yurisdiksi (kewenangan) suatu pengadilan karena kekhususan perkara di bidang maritim ini, dan kemungkinan pembentukan arbitrase maritim.


Admiralty Court adalah sistim peradilan yang khusus mengadili perkara – perkara yang timbul dari perselisihan dalam hukum maritim, atau perkara perkara sebagai akibat pelanggaran terhadap hukum (publik) maritim. Perlu adanya batasan apa yang disebut hukum maritim untuk menentukan yurisdiksi pengadilan umum atau pengadilan khusus (Admiralty Court). Kenyataannya di Amerika Serikat sendiri dalam hukum modern kecenderungan peranan hukum maritim sebagai hukum khusus (specialized law) tambah lama makin berkurang, sebaliknya bagian – bagian hukum maritim menjadi hukum perdata umum (commercial law) semakin meluas (Maritime Law versus Commercial Law, By Grant Gilmore, Yale University Law School, INTERNATIONAL ENCYCLOPEDIA). 
Bagi Indonesia yang menganut sistim Statutory Law sebagai bagian dari sistim hukum kontinental tidak mengenal apa yang disebut Admiralty Court. Tapi dilihat dari sistim hukum nasional Indonesia mengenal hukum  khusus (Lex Specialist) dan hukum umum (Lex Generalist), bahwa hukum maritim merupakan lex specialist terhadap hukum dagang umum dan hukum dagang secara umum merupakan lex specialist terhadap hukum perdata umum. 

Aspek Internasional Hukum Maritim
Pelayaran sangat terkait dengan kepentingan kegiatan Internasional. Sebuah kapal yang beroperasi membawa barang dari suatu negara ke negara lain dan sebaliknya, sudah pasti bersinggungan dengan kepentingan pemilik barang yang diangkut antara lain dalam bentuk perjanjian pengangkutan (Charter Party), ketentuan–ketentuan dalam Bill of Lading, dan yurisdiksi suatu negara yang dimasuki oleh kapal tersebut. Tiap negara mempunyai hukum yang berbeda dengan hukum negara dari mana kapal tersebut berasal. Oleh sebab itu adalah sangat penting untuk sebanyak mungkin mengikuti hukum International baik yang bersifat privat maupun publik. 
Dibidang privat terdapat beberapa hukum Internasional dalam bentuk konvensi maupun dalam bentuk kesepakatan yang akhirnya menjadi konvensi yang diikuti oleh banyak negara antara lain : 


  1. The International Convention for the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang ditetapkan di Brussels tahun 1924 yang di kenal dengan nama Hague Rules 1924. Konvensi ini sudah beberapa kali dirubah dan di tambah oleh Visby Protocol 1968 dan terakhir di ubah lagi dengan protocol of Visby Protocol 1979 dan mulai berlaku tahun 1985. Hague Rules ini mengatur mengenai ketentuan – ketentuan yang harus di muat dalam Bill of Lading yang berlaku secara Internasional.
  2. York–Antwerp Rules 1924, yang telah beberapa kali diubah, tahun 1974, tahun 1990 dan terakhir tahun 1994. Konvensi ini mengatur mengenai penyatuan bentuk kerugian di laut (General Average) yang berlaku secara Internasional.
  3. United Nations Convention On The Carriage Of Goods By Sea 1978. Konvensi ini memuat cukup lengkap dan rinci mengenai kegiatan pengangkutan di laut dan dimaksudkan akan menggantikan Hague Rules1924 yang dirasakan sudah ketinggalan dalam hal materi yang di atur.
  4. Convention on Limitation of Liability for Maritime Claims 1976, atau dikenal juga sebagai London Convention dan Protocol 1979.
  5. Athena Convention Relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by Sea 1974 Jo protocol to the Athena Convention Relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by Sea of 13 December 1974, Jo protocol of 1990 to amend the Athena Convention Relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by Sea 1974 ( London 29 March 1990). Konvensi ini mengatur mengenai tanggung jawab pengangkut dalam angkutan penumpang Internasional.
  6. United Nations Convention on the Liability of Operator of Transport Terminal in International trade 1991
  7. The International Convention for the Unification of Certain Rules  of Law Relating to Maritime  Liens and Mortgages  1926 jo Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Maritime Liens and Mortgages 1967.
  8. International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993, yang ditetapkan di Geneva, May 1993.
  9. International Convention on the Arrest of Ships 1999, yang ditetapkan di Geneva, March 1999.


Di Bidang publik terdapat cukup banyak konvensi yang menyangkut berbagai aspek :
Aspek keselamatan :

  1. SOLAS 1960, Konvensi ini telah beberapa kali di rubah dan terakhir dengan 1983 amendments to the International Convention for the Safety of Life at Sea 1974  (SOLAS 74), yang disetujui oleh the Maritime Safety Committee of IMO pada sidangnya yang ke 48 (Juni 1983)
  2. International Convention on Load Line 1966 dan Protocol 1988 
  3. International Convention on Tonnage Measurements of Ships 1969
  4. Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at Sea 1972 (Colreg.1972)
  5. International Convention on Standard of Training , Certification and Watchkeeping for Seafarers 1978 (STCW 1978)
  6. International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code)
  7. International Safety Management (ISM)
  8. Port State Control (PSC)
  9. International Ships and Port Facilities Security Code (ISPS Code)

Kesejahteraan Awak Kapal :

  1. ILO Maritime Convention, No 147 , Convention Concerning Minimum Standard In Merchant ship’s 1976, mulai berlaku 28 November 1981, berikut beberapa ILO Convention sebagai appendix dari Convention 147 tersebut.
  2. Protocol of 1996 to the Merchant Shipping (Minimum standards) ILO Convention of 29 October 1976 ( Geneva 22 October 1996)

Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan laut :

  1. United Nation Convention on the Law of the Sea 1982, khususnya bab II Protection and Reservation of the Marine Environment.
  2. International Convention for the Prevention of Pollution From Ship’s 1973 / 78 atau MARPOL 73/78
  3. International Convention Relating to Intervention on the High Seas in cases of Oil Pollution casualties, Brussels 1987.
  4. International Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and other Matter, London 1972 and protocol 1996.
  5. International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation, London 1996.
  6. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 and 1976 Protocol.
  7. International Convention on Liability and Compensation for Damage in connection with the Carriage of Hazardous and Noxious Substances by Sea, London 1990.
  8. International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage, Brussels 1971
lanjutkan Membaca Tentang Hukum Maritim

Related : Penjelasan Secara Rinci Tentang Hukum Maritim

0 komentarmu:

Post a Comment

Tata Tertib Berkomentar :

* Tidak boleh mencantumkan link apapun ke dalam komentar.
* No SARA
* Tidak menggunakan kata yang menyinggung perasaan orang lain
* Silahkan Utarakan Pertanyaan Yang ada hubungannya dengan Postingan atau pertanyaan Umum Masuk ke Contact Form