Belajar Dan Berbagi Informasi Dunia Pelayaran

Ancaman Lingkungan Laut [ Tentang Marpol ]

A. Ancaman Lingkungan

Selama 30 tahun terakhir pencemaran laut di dunia telah menjadikan suatu masalah yang menuntut perhatian international dan meningkat secara luas. Pencemaran tersebut lebih banyak datang dari sumber – sumber di darat, termasuk hasil – hasil tambahan dari industry, rembesan pestisida – pestisida dari pertanian, tumbuhan – tumbuhan dan aliran – aliran dari daerah – daerah perkotaan.

Namun demikian, suatu jumlah yang besar akan pencemaran laut disebabkan oleh pelayaran dan kegiatan – kegiatan maritime secara umum. Dalam pengertian tonase, pencemaran utama yang terjadi dari operasi – operasi pelayaran adalah minyak.

Sebagaimana telah dikenal bahwa penyebab pencemaran oleh minyak ditimbulkan dari kecelakaan – kecelakaan kapal tangki minyak ( tankers ). Walupun hal ini mungkin memberikan prosentasi kontribusi secara komparatif yang kecil dari total minyak yang masuk ke laut dalam satu tahun, konsekuensi dari suatu kecelakaan dapat mendatangkan melapetaka pada daerah terdekat, khususnya jika kapal yang terlibat adalah salah satu yang berukuran besar dan kecelakaan terjadi di dekat pantai; contohnya: kecelakaan – kecelakaan kapal tangki minyak ( tangkers ) seperti “Torrey Conyon” (1967), “Amoco Cadiz” (1978) dan “Exxon Valdez” (1989).

Pada umunya pencemaran terjadi selama operasi – operasi terminal yaitu ketika minyak dimuat atau dibongkar ke / dari kapal. Tumpahan – tumpahan minyak menurut perkiraan yang dipublikasikan oleh “International Tanker Owners’ Pollution Federation” adalah lebih kurang 92%.

Suatu jumlah yang lebih besar dari minyak tumpah ke laut adalah diakibatkan oleh operasi – operasi tanker secara normal, yang biasanya berhubungan dengan pembersihan residu – residu muatan yang mengambil bagian ketika kapal kembali dari pelabuhan bongkar untuk memuat muatan minyak lainnya.

Penyebab lain dari pencemaran laut termasuk pembersihan tangki – tangki dalam hubungannya dengan kegiatan dok; pembuangan air got ke luar kapal dan tumpahan bahan bakar karena bocoran tangki atau melimpah karena kecerobohan waktu bunker. Hal ini tidak hanya terjadi pada tangker tetapi juga pada kapal – kapal barang dan kapal – kapal bukan tanker lainnya.

Walupun kebanyakan masyarakat yang berkepentingan dengan pencemaran laut dikonsentrasikan pada masalah – masalah yang berhubungan dengan minyak, namun banyak muatan kimia diangkut melalui laut yang lebih berbahaya terhadap lingkungan laut.

Secara kebetulan, mungkin, jumlah substansi – substansi beracun yang diangkut melalui laut adalah hanya bagian dari jumlah minyak yang diangkut dalam bentuk curah pada kapal – kapal tangki minyak ( tankers ) khususnya yang dirancang untuk tujuan ini.

Kapal – kapal itu sendiri pada umumnya lebih kecil ukurannya yaitu kapal – kapal tangki minyak ( tankers ) antara 500 grt. hingga 1.k. 40.000 grt. Kapal – kapal tersebut, namun demikian, seringkali sangat kompleks dan mahal harganya untuk dibangun.

Substansi – substansi kimia lainnya dalam bentuk kemasan, misalnya dalam drum – drum atau tangki – tangki jinjing. Sekali lagi bahwa ancaman lingkungan dimana beberapa substansi tersebut tidak tergantung pada ukuran dari unit yang diangkut kapal. Sebagai contoh, polychlorinated biphenyls (PCBs) adalah berpotensi bahaya yang mana IMO merekomendasikan bahwa pengangkutan oleh kapal dalam bentuk curah harus dihentikan. Banyak dari substansi – substansi tersebut tidak hanya memberikan suatu ancaman pencemaran substansi – substansi tersebut juga dapat sangat berbahaya terhadap kapal dan perlengkapan, kedua – duanya dan lebih penting lagi terhadap manusia.

Jumlah substansi – substansi kimia yang berbeda – beda dan substansi – substansi lainnya dari jenis ini tumbuh setiap saat sebagaimana berkembangnya industrialisasi dan industry – industry itu sendiri yang menjadi lebih kompleks.

Hal ini telah diperkirakan bahwa hingga 15% dari semua barang – barang yang diangkut oleh kapal – kapal barang konvensional adalah berbahaya untuk tingkat – tingkat tertentu dan substansi – substansi kimia berbahaya yang diangkut oleh “chemical tankers” juga termasuk, maka totalnya adalah sekitar 50%.

Sampah dan tinja ( sewage ) dari kapal – kapal secara tradisi dibuang ke laut seperti sudah terbiasa dan dalam hubungannya terhadap jumlah limbah sejenis yang dibuang ke laut setiap tahunnya dari darat pada waktu – waktu lalu diperkirakan tidak terlalu berlebihan.

Dewasa ini, bagaimanapun juga, situasinya adalah sangat berbeda. Salah satu alas an adalah adanya pertumbuhan dari hari ke hari akan pemakaian substansi dimaksud seperti plastic – plastic yang “non-biodegradable” : sekali dibuang ke laut maka plastic tersebut akan tetap disana hingga beberapa tahun.

Dalam sejumlah Negara, kuantitas limbah industry dan kota ( terutama kotoran / lumpur ) yang dihasilkan dari darat dibuang secara “dumping” ke laut. Pada umunya material – material tersebut adalah yang dapat berasimilasi dengan lingkungan laut dan membersihkan pengaruh – pengaruh berbahaya. Tetapi material – material lainnya seperti limbah adalah lebih “controversial”.

Juga harus dipertimabangkan bahwa banyak substansi yang diangkut dalam bentuk kemasan yang dapat memberikan pengaruh mencemari jika dilepas ke dalam lingkungan laut. Pemberian label dan penumpukan kemasan – kemasan harus sedemikian rupa dapat memperkecil bahaya yang ditimbulkan dari pengapalan.

Apapun substansi yang terkait, pencemaran laut adalah suatu masalah international. Resiko suatu kecelakaan besar dari tanker adakah lebih besar dalam beberapa daerah dari tempat lainnya tetapi pencemaran dapat selalu terjadi dimana – mana dan memberikan dampak pada garis pantai yang seringkali mencapai cukup jauh akibat dari kecelakaan tersebut.

Telah diakui cukup lama ( bertahun – tahun ) bahwa pencemaran laut dari kapal – kapal, yang memberikan dampak pada banyak Negara, hanya dapat ditangani secara memuaskan melalui suatu forum maritime international. Forum ini adalah IMO ( International Maritime Organization ).

B. Bagaimana IMO bekerja

Langkah – langkah yang dikembangkan oleh IMO biasanya dituangkan dalam perjanjian – perjanjian international yang dikenal sebagai konvensi – konvensi. Instrument – instrument tersebut dikembangkan oleh wakil – wakil dari Negara – Negara anggota yang bertemu dalam forum IMO dan menghasilkan konvensi yang kemudian disetujui, atau disahkan, dalam suatu konperensi yang diselenggarakan oleh Organisasi.

Konvensi – konvensi produk IMO memecahkan masalah pencemaran laut dalam sejumlah cara – cara. Upaya – upaya tersebut termasuk :

1. Mencegah pencemaran operasional. Ini dapat mengakibatkan, contohnya, dari pembuangan campuran – campuran air berminyak yang dihasilkan dari pembersihan tangki langsung ke laut. Hal ini telah dilakukan dengan memperkenalkan langkah – langkah anti polusi dalam disain, perlengkapan dan operasi dari kapal – kapal.

2. Mengurangi kecelakaan – kecelakaan. Hal ini terutama dicapai melalui pengenalan dan pemberlakukan standar – standar yang lebih ketat dan prosedur – prosedur navigasi atas suatu dasar globalisasi. Namun secara prinsip dirancang untuk membuat keselamatan pelayaran yang lebih baik, langkah – langkah ini memiliki suatu keuntungan sekunder yang juga membantu akan pencegahan pencemaran yang diakibatkan dari kecelakaan – kecelakaan.

3. Mengurangi akibat dari kecelakaan – kecelakaan. Upaya – upaya telah diperkenalkan, yaitu dirancang untuk memperkecil jumlah pencemaran yang diakibatkan dari suatu kecelakaan ( contohnya, dengan membatasi ukuran tangki – tangki sehingga akan membatasi jumlah minyak yang masuk ke laut pada kejadian suatu tankers kandas atau terlibat dalam suatu tubrukan ).

4. Memberikan kompensasi. IMO telah menyediakan bantuan teknis dan lain – lain kepada Negara – Negara anggota dalam mengembangkan rencana – rencana menghadapi suatu kejadian untuk menanggulangi pencemaran ( contingency plan for marine pollution ).

C. Pencegahan Pencemaran Operasional

1). Kapal – Kapal tangki minyak ( oil Tankers )

Kapal – kapal tangki minyak mengangkut muatannya dalam sejumlah tangki – tangki atau kompartemen – kompartemen dalam badan kapal. Setelah minyak muatan dibongkar, tangki – tangki harus dengan hati – hati dicuci dan kurang lebih 1/3 dari padanya harus diisi air laut agar baling – baling kapal benar – benar terbenam. Proses ini dikenal sebagai pengisian air balas ( ballasting ).

Pada hari – hari pertama dari operasi kapal tangki minyak, membersihkan tangki – tangki dengan cara menyemprotkan air laut adalah pekerjaan yang biasa dilakukan. Pencemaran tersebut mencuci residu – residu minyak pada diding tangki, yang dihasilkan dalam suatu campuran minyak dan air yang terkumpul pada dasar dari tangki dan kemudian dipompa keluar kapal.

Tentu saja hal ini membawa kepada suatu jumlah besar dari minyak ke laut dan air balas, yang dipompa keluar kapal akan memberikan tempat bagi muatan minyak baru.

Dalam tahun 50-an, tidak ada cara – cara alternative lainnya untuk membersihkan tangki – tangki dan tujuan dari suatu konvensi yang diadopsi dalam tahun 1954 melarang pembuangan minyak atau campuran – campuran berminyak dalam batas 50 mil dari barat. Batas ini kemudian diperpanjang hingga 100 mil dalam daerah – daerah tertentu dimana khususnya membahayakan.

Selama tahun 60-an, kemajuan – kemajuan tehnik memungkinkan untuk memperbaiki persyaratan – persyaratan Konvensi dan dalam tahun 1969 amandemen – amandemen yang dirancang untuk membuat pengurangan – pengurangan lebih besar dalam operasional pembuangan – pembuangan minyak telah diadopsi.

Salah satu kemajuan tehnis yang penting adalah pengembangan suatu system yang dikenal sebagai Load-On-Top ( L.O.T ). Walaupun pada mulanya system ini dikembangkan sebagai cara untuk penghematan uang ( saving money ), namun juga menguntungkan bagi lingkungan.

Pada awal tahun 1970 berkaitan tentang pertumbuhan globalisasi lingkungan dan musibah Torrey Conyon pada tahun 1967 telah memperlihatkan bagaimana pengrusakan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak. IMO telah diingatkan untuk memikirkan akan kesehatan dari lingkungan laut dan mengambilkan langkah – langkah untuk memperbaikinya.

Dalam tahun 1973 IMO mengadopsi Konvensi MARPOL 1973. Kemudian konvensi tersebut telah mengalami modifikasi dalam tahun 1978 yang dikenal dengan MARPOL Protokol 1978, dan sekarang ini dikenal dengan sebutan MARPOL 73/78. Pengaturan ini membatasi sangat besar akan jumlah minyak yang mungkin dibuang ke laut selama operasi – operasi rutin dan sama sekali melarangnya dalam beberapa daerah.

Tujuan keseluruhannya adalah mengurangi jumlah campuran –campuran air minyak yang harus dikeluarkan dari kapal dan memastikan bahwa tersedia cukup fasilitas di darat untuk menerima minyak yang tertinggal di kapal setelah pembongkaran muatan minyak. Sarana – sarana tersebut termasuk ketentuan – ketentuan untuk kapal yang harus dikonstruksikan dengan tangki – tangki terpisah ( segregated tanks ) untuk membawa air balas dan pembersihan dapat dilakukan dengan cara pencucian menggunakan minyak mentah dari muatan itu sendiri ( Crude Oil Washing System ), dari pada dengan air.

2. Substansi – substansi Cair Beracun

Walaupun substansi – substansi ini tidak diangkat jumlah yang besar seperti minyak, sifat dari produk memiliki masalah – masalah khusus. Kapal – kapal yang mengangkutnya adalah diantara yang paling komplek akan keberadaanya dan tindakan pencegahan untuk keselamatan harus secara ekstrim lebih ketat.

Peningkatan yang tepat cepat dalam transportasi laut dari zat – zat kimia dalam jumlah besar membawa kepada pengenalan akan kebutuhan suatu pengaturan – pengaturan international yang memastikan keselamatan pengangkuttannya. Dalam tahun 1972, IMO mengembangkan BCH Code ( the code for Bulk ). Code tersebut tidak menjadi wajib tetapi sejak tahun 1986 semua kapal – kapal tangki yang mengangkut substansi – substansi kimia ( chemical tankers ) harus dibangun sesuai dengan persyaratan – persyaratan dari IBC Code ( the International Bulk Chemical Code ).

Selanjutnya persyaratan – persyaratan yang mencakup angkutan substansi – substansi cair beracun ( noxious liquid substances ) dimuat dalam Annex II, Konvensi MARPOL 73/78, yang diberlakukan dalam bulan April 1987. Substansi – substansi cair beracun dievaluasi untuk bahaya – bahayanya terhadap lingkungan dan dikelompokkan dalam kategori A,B,C dan D, dimana kategori A adalah yang paling beracun.

3. Muatan yang dikemas dan substansi – substansi yang bukan cair

Bab VII dari Konvensi International untuk Keselamatan Jiwa di Laut ( SOLAS ), 1974, berisi persyaratan – persyaratan yang mencakup pengangkutan barang – barang berbahaya melalui laut.

Pengaturan – pengaturan lebih lanjut adalah termasuk IMDG Code yang diadopsi oleh IMO dalam tahun 1965 dan secara regular dimutakhirkan. Walaupun yang menajdi perhatian utama dari Bab VII SOLAS ’74 dan IMDG Code adalah keselamatan, banyak substansi – substansi yang didaftarkan juga dapat menyebabkan pencemaran dan dalam tahun 1987 Code tersebut telah diperluas untuk mencakup aspek – aspek pencemaran. Dalam pemberlakuannya, IMDG Code digunakan untuk mengimplemenasikan persyaratan – persyaratan dari Annex III, MARPOL 73/78.

4. Kotoran ( Sewage )

Sewage dicakup oleh Annex IV Konvensi MARPOL 73/78. Kapal – kapal tidak diizinkan membuang sewage dalam batas 4 mil dari daratan kecuali dioperasikannya suatu instalasi pemurnian ( Sewage Treatment Plant ) yang diakui. Antara 4 dan 12 mil dari darat, sewage harus dimurnikan dan di antibakterikan sebelum dibuang. Annex ini masih pada tingkat pilihan dan belum diberlakukan internasional.

5. Sampah ( Garbage )

Sampah dicakup oleh Annex V dari Konvensi MARPOL 73/78 yang diberlakukan pada tanggal 31 Desember 1988. Gambaran terpenting dari Annex ini adalah sama sekali tidak mengizinkan pembuangan plastic ke laut dimana saja, dan beberapa pembatasan – pembatasan tentang pembuangan sampah lainnya dari kapal – kapal ke perairan dan “Daerah Khusus”.

6. Dumping

Instrument utama yang mengatur pembuangan di laut dari material yang dikeruk dan limbah yang dihasilkan di darat adalah konvensi 1972 tentang Pencemaran Pencemaran oleh dumping limbah dan lain – lain ( The London Dumping Concention, 1972 ).

Konvensi melarang atau mengatur dumping limbah yang tergantung dari bahayanya terhadap lingkungan. Diantara substansi – substansi yang dilarang dumping ( Annex I ) adalah minyak mentah dan produk – produk minyak bumi, mercury, cadmium, limbah radiosktif, plastic dan lain – lain.

Material – material yang didaftarkan dalam Annex II mensyaratkan suatu izin khusus sebelum di dumping. Substansi – substansi tersebut termasuk seperti arsenic, timbel, tembaga, fluoride, timah, pestisida, dll.

Dumping dari semua limbah lainnya mensyaratkan suatu izin umum sebelumnya dari instansi berwenang suatu Negara Peserta Konvensi.

Dalam tahun – tahun terakhir ini, peraturan – peraturan telah bertambah ketat. Dumping dari semua limbah radioaktif telah dilarang, demikian juga dumping dari limbah – limbah industry dan pembakaran limbah – limbah di laut.

7. Pencemaran Udara

Dalam tahun 1988 IMO menyetujui bahwa pencemaran udara harus di tambahkan dalam program kerjanya. Pemakaian HALON ( halogenated hydrocarbon ) sebagai suatu media pemadam telah dihentikan oleh karena kerusakan yang diakibatkan pada lapisan ozon yang menyerap radiasi ultraviolet berbahaya dari matahari.

Suatu Annex yang baru terhadap Konvensi MARPOL telah diadopsi dalam tahun 1997 yang memperkenalkan pengaturan – pengaturan untuk mengurangi pencemaran oleh Sulphur Oxides ( Sox ) dan Nitrogen oxides ( NOx ) yang dijumpai dalam emisi gas buang kapal.

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973

( Konvensi MARPOL 1973 )

Konvensi MARPOL 1973 terdiri dari 6 Annex, yaitu :

Annex I : Peraturan – peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh Minyak ; diberlakukan pada tgl : 2 Oktober 1983

Annex II : Peraturan – peraturan untuk Pengawasan Pencemaran oleh Substansi – substansi Cair Beracun dalam jumlah besar; diberlakukan pada tgl : 6 April 1987

Annex III : Peraturan – peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh Substansi – substansi Berbahaya yang diangkut melalui Laut dalam Bentuk Kemasan; diberlakukan pada tgl : 1 Juli 1992

Annex IV : Peraturan – peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh Kotoaran dari kapal – kapal; diberlakukan pada tgl : 27 September 2003

Annex V : Peraturan – peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh Sampah dari kapal – kapal; diberlakukan pada tgl : 31 Desember 1988

Annex VI : peraturan – peraturan untuk Pencegahan Pencemaran Udara dari Kapal – kapal. Diberlakukan pada tgl : 19 Mei 2005


Annexes
Diberlakukan International
Persyaratan
Annex I
2 October 1983
IOPP Certificate
( International oil Pollution Prevention Certificate )
Annex II
6 April 1987
IPPC
( International Pollution Prevention Certificate )
Annex III
1 July 1992
Port State Control on operational requirements.
Annex IV
27 September 2003
ISPP Certificate
( International Sewage Pollution Prevention Certificate )
Annex V
31 Desember 1988
-           Garbage Management plan
-           Garbage record Book
Annex VI
19 Mei 2005
IAPP Certificate
( International Air Pollution Prevention Certificate )

Related : Ancaman Lingkungan Laut [ Tentang Marpol ]

0 komentarmu:

Post a Comment

Tata Tertib Berkomentar :

* Tidak boleh mencantumkan link apapun ke dalam komentar.
* No SARA
* Tidak menggunakan kata yang menyinggung perasaan orang lain
* Silahkan Utarakan Pertanyaan Yang ada hubungannya dengan Postingan atau pertanyaan Umum Masuk ke Contact Form